Super Power Unplugged

Horeeeee genap dua tahun saya pindah ke Jerman! (Meskipun bentar lagi pindah lagi ke Swiss haha)
Berasa cepet banget gak sih? Terkadang waktu bener-bener bisa berasa mak-srut gitu aja yah?! (kecuali kalau pas lagi menunggu pastinya)

Dua tahun berlalu tapi kalau ada yang nanyain gimana betah di Jerman? 
Jawaban saya masih sama, yaaa diusahakan hahaha. Soalnya kalau bilang betah nanti bohong donk, karena saya merasa dengan jelas belom begitu sih, saya masih cinta Indonesia Raya. 

Kenapa kok belom betah? Bukannya disana indah pemandangannya, bisa banyak jalan-jalan dan bahkan saya dikategorikan hidup 'santai' karena belum bekerja?


Hmmm.... ibarat film superheroes yang masing-masing lakon punya kekuatan super sendiri-sendiri, disini super power saya unplugged, dicopot. 


Saya makhluk sosial yang bener-bener suka berada bersama banyak orang. Di rumah Caruban dulu saya tinggal bersama papa mama, lalu ada embak dan pegawai-pegawai toko. Koko-koko pun rumahnya tidak terlalu jauh. Paman dan Bibi juga keluarga besar pun masih di sekitaran Karesidenan Madiun. Belum lagi teman-teman, kerabat-kerabat di Organisasi ataupun Gereja. 
Disini kami berdua saja, ada koko ipar namun beda kota dan cukup jauh. Beberapa waktu lalu mama saya bahkan cukup kaget ketika saya bercerita bahwa saya belum kenal tetangga. Soalnya, biasanya saya adalah pribadi yang mudah kenal dan berteman. Namun entah kenapa disini belum demikian. 
Alibi yang saya pakai sampai hari ini adalah kendala bahasa dan budaya. 

Secara budaya, orang Jerman agak terlalu mengagungkan privacy, mereka masing-masing punya semacam tembok mengelilingi setiap pribadi. Mungkin juga bertambah extra karena kepindahan saya pas di era pandemi dan budaya jaga jarak. Namun bila dibaca di forum Munich Expat, sepertinya pandemi bukanlah alasan yang mendasari sikap mereka. Satu kalimat yang bisa saya tarik dari testimoni orang-orang di group itu adalah: orang Jerman bukan orang yang easy going dan super hati-hati, udah gitu ajah kesimpulannya. Jadi gak heran kalau urusan birokrasi disini nritil dan lama, karena mereka semua sangat detail dan hati-hatinya berlapis sebanyak lapisan wafer tango. Mungkinnnn ini juga dalih  yang membuat produk-produk Jerman banyak yang kualitas bagus awet tahan lama, screening QCnya berlapis kayaknya. Ohhhh mereka juga sebisa mungkin tidak mencampuri urusan orang, tidak mau juga orang terlalu banyak tahu tentang mereka, tidak mau direpotkan dan merepotkan orang (which is good thing in some ways), hanya entah kenapa kayaknya porsinya kadang terasa over, sehingga yaaaa untuk jadi sekedar 'luwes' berhubungan itu agak susah. 

Secara pribadi, saya dulu adalah seorang pekerja, kata kerennya wanita karier. Punya usaha sendiri, berpenghasilan dan cukup punya kemampuan melakukan banyak hal. 
Disini ijasah saya yang cuman Diploma itu tidak laku. (Memang saya suka belajar namun saya dulu memutuskan hanya ambil Diploma karena memang cita-cita saya jadi Business Woman. Saya suka menjadi Entrepreneur, dan tidak bisa membayangkan diri saya dibalik meja kantor kerja kantoran sih, oleh karena itu dulu saya tidak merasa titel ke sarjanaan itu penting.) Tapi disini hal itu sangat penting.
Jati diri profesional yang saya bangun selama ini terasa gugur begitu saja, saya yang suka sibuk bekerja produktif tiba-tiba menyandang status ibu rumah tangga yang berbeda 180 derajat pastinya dari lifestyle yang dulu. Segala kenyamanan di Indonesia raya hilang dan semua harus dikerjakan sendiri bukan hanya menginstruksi. 

Secara bahasa, hmmmm.....
Orang yang kenal saya pasti tahu saya suka ngobrol dengan siapa saja, apalagi kalau saya cukup makan dan cukup tidur, jadi yang kenal saya dan menyimpulkan saya pendiam mungkin karena ketemunya pas lapar atau kurang tidur haha. Atauuuuu, karena anda orang Jerman! 
Saya sudah lulus test bahasa Jerman dasar dengan nilai yang cukup membanggakan sih harusnya, tapi pada kenyataannya di hidup sehari-hari, bahasa Jerman saya belum mencapai level otomatis keluar dari mulut begitu saja untuk ngomong tanpa berpikir dan nggibah tanpa akhir. Begitu saya ingin menyampaikan sesuatu, masih sering kata yang ingin diucapkan entah terselip di otak bagian mana, yang pasti tersendat dan tidak keluar.
Contoh nyata adalah ketika les setir yang lalu, ketika diajar tentang cara mengisi oli dan mengukurnya secara manual (meskipun ada petunjuk secara digital di dalam, namun kurasa ini standard teknik yang kalau mau punya SIM disini wajib tahu). Pak guru bertanya bagaimana caranya mengetahui olinya seberapa, dan saya mau mendeskripsikannya tapi kata-katanya gak keluar! Mulut komat kamit hanya bunyi enggg aaaa enggg.... sambil gerakin tangan menunjuk lokasi tuas dan bergerak membuka dan mengeluarkan pengukur, tapi kalimatnya gak keluar sampai pak gurunya yang membantu kasih hint, barulah saya ingat kalimatnya dan lumayan bisa patah-patah menjelaskan.
Sepertinya sistem translator otak saya belum otomatis terkoneksi ke kamus bahasa Jerman. Padahal kalau dibandingkan dengan hidup di Caruban dulu, saya mengajar di Gereja, saya panitia ini itu, bahkan saya sering jadi MC di acara tahunan organisasi. Bisa membayangkan saya jadi pendiam mendadak? Ternyata diam saja bagi saya itu juga melelahkan loh! (Meskipun ngomong dengan bahasa Jerman lebih melelahkan lagi sih #jujur) Bahasa Jerman saya masih suka tersendat dan patah-patah, kemudian ketika mikirin grammar dan vocab-nya terkadang bisa bikin kalimat yang mau diucapkan atret mundur, balik ke belakang jadi kentut, batal ngomong deh hahaha. 


Namun meskipun masih belum lancar, saya memutuskan untuk memaksa diri lanjut terus belajar nyetir full pakai bahasa Jerman (bisa milih pakai Inggris sebenarnya), tapi waktu itu saya berpikir lah kan mau hidup disini, yaaaa memaksa diri dikit deh. Waktu saya memutuskan itu, pemilik sekolah setirnya mengacungi saya jempol, mungkin dalam hati beliau mikir ini anak patut dikasih jempol, kasihan soalnya, nekad padahal ngomong sama saya ajah masih belepotan!
Dan hasilnya..... setiap habis les saya merasakan kelelahan yang tidak wajar dan selalu mencret sodara-sodara! Badan saya sepertinya bereaksi lebay yah, tapi ya memang seperti itu keadaannya kemaren-kemaren. Puji Tuhan meskipun begitu saya masih bisa melalui dengan sehat dan lulus Haleluya!! Malam setelah lulus ujian, jam 8 malam saya sudah kelelahan dan tidur sampai pagi, si Babang memaklumi sambil berkomentar 'kamu lega lulus jadi capeknya keluar semua yah sampai lama banget tidurnya' Oyeeee memang demikian adanya. 

Meskipun kalau berhadapan dengan dunia berbahasa Jerman saya masih sering terganggu pencernaannya, tapi setidaknya kuping saya sudah mulai bisa mendengarkan dengan lebih jelas bahasa yang dulu hanya seperti debur ombak di telinga itu. 
Lalu..... tiba saatnya kami menerima surat undangan untuk saya datang Interview dan foto prosedur mengurus ijin tinggal di Swiss. Untuk persiapan saya tanya ke Babang apps berita yang biasa dia pakai untuk  belajar mendengarkan logat Swiss. (Swiss adalah negara yang memakai 3 bahasa, Jerman, Itali dan Perancis, mirip seperti di Singapura gitu loh ada banyak bahasa yang dipakai, daerah yang kita akan pindah sih pakai bahasa Jerman, namun logat Swiss, karena itulah saya maksud hati mempersiapkan diri). 
Apps saya download, dan baruuuuu saja saya coba dengarkan. 
OMOOOOOOO ya ampunnnnnnnn, langsung sontak perut saya bergejolak dan langsung ngibrit ke belakang lagi !!! Cuma beberapa detik yang saya dengarkan tapi sudah cukup membuat hati gundah gulana dan perut bersorak-sorai. 


Entah bagaimana nanti ....
Mendadak saya ingat kalimat Firman Tuhan ini :

Is anything too difficult for the Lord?” 
- Genesis 18:14 -


Dan kalimat itu cukup membuat hati saya damai. Sederet kisah yang telah saya baca di Alkitab mengikuti kemudian seperti film diputar mundur di otak saya. Selama ini memang banyak kali kisah yang tercatat membuktikan bahwa Tuhan suka sekali memakai cara-cara yang tidak biasa, yang menurut ukuran otak manusia impossible, tapi Tuhan membuatnya jadi mungkin dan dengan demikian menampilkan kemegahan kuasaNya lebih lagi. 

Kisah Nuh yang disuruh membangun bahtera di atas Gunung. (Bukan di pantai loh tapi di atas dataran tinggi gitu, pada masa yang gak ada Hujan, butuh iman banget kan untuk taat membangun.) 
Rombongan bangsa Israel yang dipimpin Musa melewati Laut Merah (melewati loh yah bukan memutari)
Meruntuhkan tembok benteng dan menguasai kota hanya dengan jalan kaki rame-rame memutari  sambil meniup terompet. (Kayaknya kalau dengar instruksi suruh begini manusiawi kita pasti akan bertanya: yang bener nih Tuhan? )
Mengirim seorang pemuda kecil untuk menghadapi seorang kesatria raksasa dan mengalahkannya hanya berbekal plintengan (ketapel). Dan raksasanya tumbang hanya sekali lemparan! (Gak usah dipikir pakai otak kalau baca kisah-kisah Alkitab yah, gak bakal bisa masuk diakal, pokok percaya ajah, karena Tuhan justru demen pakai cara yang memang ga masuk di akal)
Memberi makan 5ribu orang lebih dengan hanya lima roti dan dua ikan yang dibagi-bagikan, masih sisa 12 keranjang!
Membuat seorang wanita yang sudah menopause dan uzur melahirkan. 
Dan masih banyak lagi kisah lainnya, bisa baca sendiri di Alkitab yak.


Jadi, bagaimanapun nanti ke depan, meskipun 'super power' saya terasa seperti hilang dan hidup saya terkena reset ulang mulai dari nol. Tapi saya bersyukur diijinkan Tuhan melalui fase ini. 

Ada seorang teman beberapa waktu lalu yang 'menyayangkan' skill dan kemampuan saya yang terkesan 'tidak berguna' disini. Sampai-sampai beliau berkata 'Kalian berdua harusnya pindah Indo aja, kamu jadi 'raja' di Indo, maksudku, kamu di Indo punya banyak pengalaman kerja dan akademisi, lebih mudah untuk cari uang dan berkembang, lagian relasimu kan banyak, lebih mudah ciptain circle di kota2 sesuai pekerjaanmu di Indo'
Saya tersenyum simpul ketika membaca kalimat chatnya, lalu saya jelaskan bahwa meskipun belum senyaman tinggal di Indo, hidup saya disini serasa 'gelas' yang digojaki (dibilas bersih) semuanya dimulai dari awal dan keluar dari zona nyaman. Dimana membawa saya untuk lebih lagi menyadari bahwasanya kekuatan saya yang sejati itu adalah Tuhan, dan sumber kekuatan yang ini tidak bisa di copot oleh apapun. Dan memang benar demikian adanya, karena disini tinggal jauh dari semua handai taulan, kondisi ini membuat saya lebih dekat lagi ke Tuhan dan lebih bergantung lagi padaNya. Garis besar yang terpenting, yang saya dapat justru di kondisi yang membuat seakan-akan saya 'tak berdaya' ini justru membuat saya benar-benar mengerti merasakan dan menghayati arti dari kalimat 'Christ is enough for me' (Kristus saja cukup bagiku). *lebih-lebih ketika suami lagi pas menjengkelkan wahhhh lebih menjiwai lagi tuh nyanyi lagunya #eh.


Jadi bila saya bisa sampai detik ini melalui semuanya ini dengan ceria dan penuh ucapan syukur yang tulus dari hati yang terdalam, semuanya hanyalah kasih karunia Tuhan.
Meskipun kedepan masih akan ada banyak tantangan ataupun hal-hal simple tapi ternyata bikin mencret, kejadian-kejadian yang terlihat remeh namun ternyata cukup ruwet.
Kasih karunia dan penyertaan Tuhan Yesus Kristus itu cukup.
Semoga kalian yang membaca sekiranya ada yang sedang berjuang juga, kecil, besar, tanggung, serius, remeh, apapun yang dihadapi, ingatlah Tuhan telah berbuat baik pada kita.
Allah yang tidak menyayangkan AnakNya sendiri disalibkan dikorbankan untuk menebus kita semua dari dosa, IA juga yang ada dipihak kita, yuk terus berjalan dalam kehendakNya!
AMIN.


Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya  sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? -Roma 8:32-


Kembalilah tenang, hai jiwaku, sebab TUHAN telah berbuat baik kepadamu - Mazmur 116:7 -



Tenanglah hai jiwaku



Komentar