Bertahanlah dan Tetap Bersyukur!

Kalau kalian berteman dengan saya di Facebook atau termasuk dalam jaringan pengikut Instagram saya pasti beberapa hari ini melihat banyak sekali seliweran foto sok-centil  saya ketika 11 hari ber ziarah ke Mesir, Israel dan Jordania.

Tercatat sih 11 hari, tapi seperti biasa kalau orang Caruban itu mau bepergian kan selalu ada drama transit dan itu yang membuat banyak waktu dan energy terbuang di jalan.
Harus ke Madiun dulu untuk kumpul, lalu pakai bus rame-rame ke Solo, dari situ kita terbang ke Jakarta, lalu menunggu sampe tengah malam baru terbang ke Abu Dhabi, mampir lagi menunggu beberapa jam barulah terbang ke Mesir. 
Sesampainya di Mesir kita langsung ke tempat-tempat tujuan yang ada di jadwal, dan malam hari barulah bisa check-in masuk ke hotel. Malam itu, dengan resmi saya hampir 2x24 jam tidak mandi! 

Perjalanannya cukup melelahkan namun asyik.
Saya ikut rombongan gereja Katholik Materdei Madiun, meskipun saya sendiri Kristen. Beberapa orang bertanya-tanya: Lho kok??? I know I know, saya tahu hal hal yang membuat umat Kristen dan Katholik seakan-akan punya banyak perbedaan. Salah satu mungkin mempertanyakan kenapa Kristen tidak mengakui Bunda Maria sebagai orang suci? Kalau di kacamata saya sih, di Kristen memang gak ada daftar orang suci yah (entah aliran lain, tapi di gerejaku tidak pernah mengajarkan, biasanya cuman suruh menghafal 12 rasul di Sekolah Minggu)
Menurut saya, Bunda Maria adalah seorang yang sangat patut diteladani. Punya karakter yang sangat noble. Kerendahhatiannya super, namun juga masih cheerful dalam mentaati perintah Allah. (saya simpulkan cheerful karena beliau bahkan bernyanyi di Lukas1:46-55, saya meskipun suara pas-pas an dan sering salah not, tapi suka menyanyi dan BIASANYA  menyanyi karena gembira/bahagia) 
Benar-benar pribadi yang membuat saya sendiri juga mau jadi seperti Maria!
So, gak perlu lah menggaris bawahi perbedaan yang tidak perlu, yang penting toh Tuhan nya masih sama, dan Tuhan pun bukan Tuhan atas agama, DIA adalah ALLAH yang penuh kasih dan adalah kasih itu sendiri, jadi kalau karena hal hal yang kurang penting dengan label agama membuat kita jadi "kurang mengasihi" sudah sepantasnya kita menekan tombol pause hidup kita dan merenungkan kembali Firman Tuhan dengan benar. 

Tuhan adalah Tuhan yang suka menjalin hubungan, relationship with Him matter more than religion. Perjalanan rohani masing-masing kita, hubungan pribadi kita dengan Tuhan, pengenalan kita akan DIA, pemahaman kita akan kasihNya, lebih penting dibandingkan data data dan budaya/kebiasaan atau istilah-istilah yang sering diperdebatkan. 
Untungnya sih, baik Romo Joko yang memimpin ziarah maupun Pak Paulus guide kami adalah orang-orang yang mengerti Firman dengan cukup benar, sehingga mereka toleran dengan kami yang peserta non-Katholik. Bahkan di hari minggu kami diperbolehkan turut menerima perjamuan. Detail perjalanan ini mungkin akan saya bagikan untuk sebagian orang yang ketemu LIVE ajah kali yah (males ngetiknya hihi) disini saya mau cerita sesingkat mungkin (itupun kayaknya masih akan panjang, sebelas hari lohhh gimana nyeritain singkatnyaaaa) #oops!

Ziarah ini membawa kami menyusuri tempat-tempat yang di sebutkan di Alkitab, dimana Yesus lahir, disalibkan, bangkit di muliakan. Gunung Sinai tempat Musa menerima 2 loh batu sepuluh perintah Allah, Bukit Mount of Beatitudes dimana Tuhan memberikan Sermon on the mount dan ucapan bahagia, rumahnya mertua Petrus, dll dll.

Awal perjalanan saat kami tiba di Solo, saya ingat benar ketika turun di lobby airport, hujan deras makbresssss turun. Waktu itu saya sontak langsung Puji Tuhan! "Kita udah sampai baru ujan!". Lalu ada suara Romo Joko menyahut, "iyah ujan aja sekarang nanti pas kita terbang udah gak ujan."
Dan terjadilah sesuai iman kami!

Mesir adalah negeri tanpa ujan, hanya 2-3 kali dalam setahun, jadi cuaca cerah sunny selalu, tapi karena sedang memasuki winter selalu sejuk-sejuk yang kami rasakan. Dan tanpa di pas-pas-in, eh waktu kita mendaki gunung Sinai, adalah full-moon. Guide yang mendampingi kami berkata: 200kali lebih saya mendaki gunung ini tapi baru kali ini berjalan disini dengan terang bulan. Ya! Waktu itu tanpa senter ajah kami bisa saling lihat satu sama lain, bulannya indah, penuh, bulat menerangi perjalanan malam kami.
Di Jerusalem, kami kebagian gerimis kecil, yang justru sangat menyegarkan langkah kami ketika jalan melewati beberapa situs (*duh lupa namanya) pokoknya di Jerusalem Lama sana deh.
Esok harinya cuaca juga sangat bersahabat, kami berjalan seharian pagi sampai sore dan ketika sudah kelar, naik bus, barulah hujan turun.
Di gunung Tabor langit cerah dengan awan yang sangat fotogenik! CANTIK maksimal langitnya! Dan terus bersambung ke langit sunset di Mount of Beatitudes.
Red Moon *pic by: Romo Joko
Kami menginap di tepi danau Tiberias dan bulannya pun merah menyala ketika kami disana, TEPAT tidak lama setelah kami masuk hotel. Merah lalu berubah jadi oranye lalu perlahan jadi putih bundar.

Ada miracle terjadi juga ketika Pak Paulus menunjuk saya memimpin pujian di gereja St. Anna, gerejanya cantik dan kita koor dengan suara menggema memantul indah, sedangkan saya, ya! Saya! Orang yang gak ngerti nada, cuman menang volume keras melengking cempreng kalau nyanyi, namun berkesempatan berdiri di depan untuk memimpin koor dengan gerakan dirijen pula. Seorang Lusi yang kalau audisi singer ajah kayaknya gak akan lulus, tapi bisa mimpin koor di gereja di Israel iiihhhhh ngimpi ajah kagak berani ya tohhhh! Hanya oleh karena KEMURAHAN TUHAN, kesempatan langka itu bisa terjadi. 
Entah Pak Paulus kesambet apaan sewaktu memilih, tapi pasti bukan kebetulan!

Memang sih sewaktu mendaki Sinai saya terus bernyanyi sepanjang jalan, mungkin suara cempreng saya terngiang-ngiang di kupingnya jadi earworming effect haha. 
Saya memang suka bernyanyi, pas naik onta pun saya bernyanyi, tapi tahu gak kenapa? Karena dengan bernyanyi saya merasa gak takut! Seriusan takut loh pas pertama naik onta ituh, gak ada pengamannya eeeeeee. Hanya satu pegangan kayu didepan perut, dan si onta kalau nyalip temennya gak pake liat spion atau memperkirakan jarak, jadi sering banget serempetan maksa sama onta lain, hasilnya kaki saya sempat keplenet diantara dua onta lalu ditarik geret badan begitu ajah si onta, syukurlah kakiku cukup lentur dan baik baik aja, sejak itu saya selalu waspada untuk angkat kaki keatas ketika si onta ngujrus nyalip-nyalip.  Onta yang saya tunggangi adalah onta yang berangkat terakhir tapi jalannya cepet banget sampe jadi yang paling depan! Sebelum tiba-tiba brukkkkkkkk,  jatuh tersungkur!! Byuhhh kagetnyaaaaaaaa...untunglah waktu itu saya pegangan erat, kalau pas gak waspada/gak pegangan mungkin bisa-bisa saya terpelanting jatuh. Setelah nyungsep barulah si onta yang namanya Malik ituh agak pelan-pelan ritme jalannya, itupun saya masih jadi nomor dua di garis finish padahal berangkat terakhir-terakhir. Ooohhh selain karena biar-gak-takut, menyanyi sewaktu jalan di Sinai juga membuat saya lebih punya energy dan sekaligus menghibur diri sendiri yang udah encok pegel linu kurang tidur sambil ngumpulin nafas dan melawan rasa pengin menyerah hahaha. 

Jujur, dalam lubuk hati terdalam saya SANGAT bersyukur dan bahkan sempat menitikkan air mata penuh syukur. Kok yo semuaaa pas-pas-men Tuhan ngaturnyaaa!


Saya penggemar langit, apalagi awan-awan cantik...SUKAAAAA sekali. Jadi cuaca yang sangat bagus selama perjalanan kemarin adalah hadiah indah yang saya aja gak sempat terpikiran untuk memintanya. Yang kenal saya pasti tau saya bukanlah orang yang menyelidiki segala sesuatu, saya membaca itinerary sekilas, seperlunya untuk membantu diri sendiri packing menyiapkan pakaian, tapi setelah itu lupa mau kemana ajah atau hari ini ngapain-ngapain. Saya juga orang yang cukup pasrah, jadi bawa payung dan jacket yang ada hoodie bahkan sepatu bawa dua kalau-kalau hujan dan basah. Soalnya saya merasa kadang kan orang lain / petani butuh hujan, kalau saya hanya karena pengin jalan2 enak meminta jangan hujan kan kasihan juga, toh kalopun ujan juga bisa ajah berusaha untuk di nikmati meskipun maksa haha (aslinya saya sendiri gak terlalu suka ujan/kehujanan). Jadi beneran gak ada dalam pikiran saya untuk meminta cuaca yang super indah yang sudah Tuhan bonuskan. Dan waktu timing-nya semuanya PASSSS!


Momen yang sedikit kurang indah mungkin adalah perjalanan dari Cairo ke ElSheik, dimana pemandangan sepanjang jalan adalah monoton gurun! Wifi di bus error gak bisa connect,  tahu sendiri donk manusia jaman now tanpa koneksi: agak mati gaya! Di perbatasan gak boleh foto-foto, busnya ganti dan lebih gak enak dudukannya karena jarak antar bangkunya jadi sempit, dan perjalanannya cukup panjang sekitar 7-8 jam road trip
Saya adalah type yang gampang tidur di perjalanan, namun kala itu beberapa kali bangun dan eeeeeeeh lhakok belom sampe juga!
Ketika di penghujung jalan, guide menceritakan bahwa kami baru saja melewati rute yang sama yang dijalani oleh bangsa Israel selama 40 tahun di padang gurun. Dalam hati saya berteriak oooommmmooooooooooooooooo, jadi ternyata dikasih pengalaman ngicipin seiprit dari ketidaknyamanan, yang gak akan bisa dibandingkan sih sebenernya kalau sama mereka waktu itu yang panas-panas jalan kaki, kami naik bus ber-AC! 
Kondisi paling kurang nyaman sepanjang trip ini gak ada seper-seratus dari kondisi bangsa Israel masa lampau, mendadak saya jadi sangat memaklumi kalau mereka menggerutu dan complaint melulu ke Musa dan Tuhan. Namun karena adegan ini, saya berasa dibawa untuk lebih membuka mata, bahwasanya jaman itu meskipun kondisi dan situasinya membuat sangat ada alasan untuk mereka menggerutu, tapi ternyata tetap TUHAN TIDAK SUKA! Saya berkata dalam hati pada diri sendiri: Bersyukur dalam segala keadaan niex BERSYUKURRRR!!!

Lhakok kayak janjian, devotional reading saya hari itu bisa sejalan sama kejadian yang saya alami untuk stay grateful, stay faithful, bahkan khotbahnya Romo waktu misa hari itu pun juga tentang kesetiaan seorang martir bernama Sisilia yang kisahnya mirip-mirip mendengungkan akan kesetiaan dan untuk tetap penuh ucapan syukur bahwa apapun yang terjadi ada Tuhan yang melihat dan menjagai kita, and surely our God is a God who knows what is the best for every specific one to the detail!

Romo sepanjang ziarah terus mengulang mengingatkan kami untuk menyerahkan hidup kita sepenuhnya pada Tuhan. Berjalan bersama Tuhan tanpa penyesalan dan tanpa pertanyaan "kenapa begini kenapa begitu kenapa kenapa kenapa?" 
Mengisi hidup sebagai rumah doa, membuka diri untuk rahmat Tuhan supaya maju terus ke depan. Mempersembahkan hidup kita untuk dipimpin oleh Tuhan, saling mengasihi, terbuka, suka berbagi, tidak meninggalkan tapi juga jangan ketinggalan

Sewaktu di jalan salib, kita juga dibawa untuk merenungkan sikap dan karakter yang Tuhan Yesus sudah teladankan. Bahwasanya cinta kasih itu adalah sebuah keputusan lebih daripada hanya sekedar perasaan. Saya ulangi lagi, cinta kasih itu adalah sebuah keputusan bukan sekedar perasaan, namun..... sangat bisa dirasakan! 
Tuhan Yesus memutuskan untuk rela mati mengikuti kehendak Bapa demi kasihNya pada kita. KasihNya bisa dirasakan lewat pengorbananNya yang besar. Seperti dituliskan dalam Roma 8:31-32:


 "jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?"


Tuhan ada di pihak kita, jadi tidak perlu diragukan lagi kasihNya, nyawa ajah diserahkan apalagi yang lain-lain ya kan?!
Dan, DIA tahu yang terbaik! Bersyukur ajah (meski susah prakteknya,apalagi kalo keinginan-keinginan kita banyak yang belum di kabulkan, ataupun ketika Tuhan terkesan diam saja) 
but ... by God's grace we can! Stay grateful!


Sering kali juga kita merenungkan penderitaan Kristus lalu terenyuh mengingat sengsaranya, lubuk hati berujar mau untuk turut memanggul salib seperti yang telah Tuhan contohkan. Bahkan sewaktu jalan salib kemarin ada seorang ibu yang menitikkan air mata menangis, tapi ketika antri tax refund ibu yang sama juga menyerobot antrian dan mau menangnya sendiri haha. 
Saya bukan mau menceritakan kejelekan orang, saya sendiri sering berbuat yang kurang pas sih, tapi bukankah kita semua sering demikian? Terenyuh dan terharu lalu berjanji mau berbuat ini itu menuruti firman Tuhan, namun sekejap mata terhempas lupa! 
Ketika ada teman yang terlalu banyak beban, (mungkin) butuh untuk didengarkan, kita dengan dalih capek, tidak ada waktu, sibuk dll dll menolak halus permintaan teman itu. Bukankah sebenarnya itu adalah kesempatan untuk turut memikul salib?
Menyalibkan kepentingan diri sendiri.
Saling menolong dan berbagi seperti yang Paulus ajarkan juga... 
**makjlebbbbbbb kalimat di perenungan perhentian ke-5 itu menembus lubuk hati saya karena jujur saya juga sering begitu, MAAF!
Kita default setting-nya otomatis menomor satukan diri sendiri, sangat manusiawi sih. Tapi mari kita coba untuk lebih mengingat bahwa, meskipun kecil, bantuan dan kepedulian serta keputusan untuk berbuat dengan kasih di saat yang tepat akan sangat berarti bagi yang membutuhkan. 

Setelah prosesi jalan salib, ada misa di Kana.
Pasti semua tau kan di Kana adalah tempat pertama kali Tuhan Yesus membuat mujizat air menjadi anggur. Sekali lagi kita dibawa untuk melihat teladan dari Bunda Maria yang pasrah menyerahkan semuanya pada Tuhan, percaya penuh padaNya. 
Maria PERCAYA bahwa Tuhan Yesus PASTI berbuat sesuatu, oleh karena itu beliau berpesan kepada orang-orang disana untuk menuruti saja apa yang diperintahkan oleh Tuhan. 
Dan taraaaaaaaa, Tuhan melakukan sesuatu yang membuat kita terkagum-kagum! Air biasa berubah menjadi anggur, yang biasa-biasa menjadi sempurna adanya. Disinilah Romo mengingatkan kembali supaya kita lebih berpasrah, percaya dan menyerahkan pada Tuhan saja. Karena kita tidak bisa menghindari apa yang kita alami, Tuhan sendiri dalam hidupnya sebagai manusia TELAH mengalami semuanya itu, hanya bedanya Tuhan tidak berbuat dosa sama sekali, jadi Tuhan Yesus tahu semua yang kita rasakan, seperti yang beberapa waktu lalu kurang lebih pernah saya singgung, hanya orang yang pernah merasakan nikmatnya rawon yang akan bisa turut ngiler kalau lihat gambar rawon di televisi. Mungkin seperti itulah keadaannya, hanya orang yang pernah berdiri di sepatu yang sama yang bisa dengan empati turut merasakan apa yang dialami. 
Yesus yang sudah merasakan segala derita itu memilih bertahan dalam kasih dan tetap setia! Itu teladan yang seharusnya kita aplikasikan dalam hidup.
Selalu bersyukur dan tetap bertahan, tetap setia meskipun rasanya mungkin hambar bahkan menderita. Bertahanlah!

Musa tidak masuk ke tanah terjanji karena Musa kurang percaya kepada Allah, Tuhan Yesus taat sampai mati disalib oleh karenanya sangat dimuliakan Allah. 

Mari kita menyerahkan seluruh hidup kita sesuai dengan kehendakNya dan kiranya Tuhan berkenan supaya kita juga masuk ke tanah perjanjian!

Bertahanlah dan Tetap Bersyukur! ^___^

18Tetapi tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang. 19Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” - Lukas 21:18-19 - 


Red Moon @ Danau Tiberias


Mt. Tabor

Sunset @ Mount of Beatitudes

Galilea Sea

Pyramids Giza


Sunset @ Mt. Beatitudes

Night view of Abu Dhabi

Sunset @ Mt. Beatitudes *pic by Edwin TedjaSukmana













Komentar