Ujug-ujug!


Satu lagi cacatnya pak J mencuat ke permukaan, kemaren saya mendengar beliau ngomong "ujug-ujug" bwahahahhahaa

Si HW ngomong bahwa dia langsung ngakak begitu beliau melontarkan kata itu, dan otomatis ingat saya yang selalu ngomong begitu. hihihihi.
Ya memang bahasa jawa itu somehow lebih mantap kosakatanya dibanding bahasa indonesia. Kalau dibahasakan "tiba-tiba" kesannya cuman ngawang kurang mantep, tapi kalo pake "ujug-ujug" itu kesannya benar2 mendadak dan tiba-tiba hahaha.
Jadi saya anjurkan pak J untuk kursus public speaking ajah, jadi biar lebih pandai bersilat lidah ajah, dan saya rasa beliau sangat mumpuni, cukup 6bulan harusnya beliau lebih piawai public speaking.


Mumpung masih hangat di ingatan tentang debat capres semalam. Saya mau nulis dikit ah tentang kedua capres melalui kacamata saya sebagai non-politikus yang enggak tertarik sama sekali dengan capres-capresan sampai periode 2014 ini dimana saya sangat bersemangat hahaha...

* Saya pendukung Jokowi, jadi kalo segala yang ditulis disini sangat memihak yaaa harap maklum tapi coba baca sampai tuntas ^^

Kalau boleh saya kasih skor "pertandingan" kemarin adalah 8-2, hihiihi entah dari mana angka itu keluar tapi yaaaa mari di lihat.

Di awal acara, sewaktu pembukaan saya sangat tidak berselera dengan debat kemaren, moderatornya suaranya cempreng kurang renyah di dengar dan kaku banget, diawal ini pak P lebih unggul dibanding pak J karena pak J keliatan banget tegang dan susunan kata beliau sangat kurang diplomatis, Diakhir acara pun begitu menyampaikan kata perpisahan, pak P juga lebih unggul.Disamping itu, pak J mulai "njelehi" kalau "jualan kartu pintar" nya ituh, memang plan yang bagus, tapi entah kenapa kalau dibawa itu-itu ajah kan bosen pak #eh.

Tetapi layaknya mesin diesel yang semakin lama semakin panas, pak J menunjukkan bahwa dirinya "lebih mengerti" tentang seluk beluk negri ini, keliatan jelas sopo sing sinau. Mulai dari penjelasannya tentang percepatan pengurusan birokrasi dan jujur sebagai pelaku usaha saya sangat setuju dengan online TDP SIUP dkk ituh. Menurut pengalaman, ngurus begituan itu bertele-tele dan kudu "nyangoni" sana sini, apalagi kalo wajah sipit begini wes........*^%&$*.

Lalu tentang cara beliau yang back to micro, saya sangat setuju! Memang kelihatannya "kok ngurusi hal-hal kecil begitu? Pantesnya dia kepala daerah ajah" ---komentar yang saya baca online.
 Tapi kalau dipikir-pikir, Indonesia ini memang kaya: bener, dan sumber dayanya bocor kemana-mana: betul, tapi apakah hanya dengan menambal bocor ajah lalu selesai??
Ibarat ban mobil bocor, kita tambal pastinya, tapi (kalo pengalaman saya yah) saya tidak akan cuma menambal ban, tapi saya akan ingat itu ban merknya apa, belinya kapan, sudah berapa lama, bahannya bagaimana dan apakah ada ban yang kualitasnya lebih baik jadi bisa buat option ganti ban merk lain yang masa "aus" nya lebih lama. Kenapa? Karena saya ini gak bisa nge-ban saudara-saudara! Disuruh belajarpun malas, jadi saya lebih milih penanganan diawal milih ban dengan kualitas ok dan terpercaya daripada hanya sekedar tambal ban bocor. Ngerti ga? Kalau gak ngerti yaaaa sudah hahaha *edisi malas menjelaskan

Sistem negara dan konstitusi serta penegakan hukum di negara ini KACAU!
Dan itulah yang harusnya diperbaiki, dan semuanya akan lebih nyata bila dimulai dari skala mikro.
BKKBN yang disebutkan untuk menggencet angka kelahiran dan juga sarannya untuk mengurangi kematian ibu hamil saya sangat suka. Institusi itu sudah ada, tapi pelaksanaannya kurang, dan itu bisa diatasi asal NEGARA HADIR! Garis bawahi kalimat pak J itu!
Kembali ke dua anak cukup, kampanye jaman orba itu memang cukup sukses dan agak "memaksa" orang untuk mempunyai anak hanya dua saja, saya masih ingat di rumah-rumah jaman dulu di gentengnya, di pagarnya selalu ada lambang dua jari yang mengingatkan dua-anak-cukup. Negara kita memang belum semaju negara lain, dan sosialisasi bidan dan bkkbn model begitu akan lebih efektif.
Yang saya amati disini, si bapak J mengerti benar dengan apa yang terjadi di negri ini!
Plus karena dia pelaku usaha, pengalamannya ekspor furniture juga pasti membuatnya mengerti tentang birokrasi yang rada "menghambat" jalan usaha, mau maju ajah susah kebentur sana sini dan dipersulit dengan tidak jelas serta logistik yang "kirim ke eropa lebih murah dibanding ke papua" karena tidak ada tol laut, ahhh saya amat sangat setujuuuuuuu! Liat ajah pesawat ke Singapore lebih murah dibanding ke Papua, jauh!

Jadi sistem pemerataan pertumbuhan yang dimulai dari desa itu saya sangat setuju, mungkin terkesan kecil amat nanti dampaknya, well... enggak loh kalo kecil2 tapi merata? Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit.

Sedangkan bapak P, memang secara diplomasi dan penampilan beliau lebih menjual, tapi .... wong iki ora mudheng blas dengan apa yang terjadi di negara ini, saya ragu beliau tahu tentang sulitnya mengurus birokrasi, karena status dia yang petinggi tni dan mantu-mantan-penguasa tidak akan membiarkan beliau melalui jalan itu, lah kalo dia sendiri ora mudheng ...bagaimana mau mengatasi? Per-mafiaan di semua birokrasi akan tetap berlanjut seperti yang sudah-sudah, sistem "sangon-menyangoni" (memberi uang saku untuk memperlancar/melicinkan proses) juga pasti masih menjamur, secara pemimpinnya gak mudheng! Dia hanya fokus ke satu alasan, bocor... aduh!

"Cacat"nya pernyataan pak J itu pas dibagian ditanya tentang investor asing, dijawab dengan bahasa  "dipersulit", padahal kalau dari penjelasan beliau, saya yakin beliau ingin membatasi ruang gerak investor asing supaya orang lokal lebih diutamakan, kesejahteraan rakyat diutamakan, lagi-lagi sebagai pelaku usaha saya setuju. Ini saya anggap tindakan melindungi "pasar indonesia" supaya gak dimakan sama orang luar. Kalau regulasi diatur dengan baik, harusnya investor asing menanam modal disini tapi juga untuk menyejahterakan rakyat bukan menyedot saja, win-win solution.

Saya bukan pengamat ekonom, tapi saya sangat suka dengan "menjamurnya" indom***t dan alfam**t dipelosok negeri dibanding dengan kalo saya lihat di Thailand, 7 el*ven terlihat dimana-mana. Setahu saya sih kalo indo dan alfa itu masih milik lokal, jadi okelahhhhh. Kalau di Solo, semasa pak J menjabat, ruang gerak indo dan alfa pun udah keliatan dibatasi, jadi beliau juga mbelani rakyat yang buka warung-warung itu, biar gak njomplang yang kaya tambah kaya yang miskin tambah tercekik, nice!

Dan memang betul, semua anggarannya itu ada, masukan pajak indonesia aku rasa cukup besar (asal gak dikorupsi berlapis-lapis), jadi ya memang sistem dan management pengawasannya yang seriously harus lebih ketat.

Sebenarnya saya ada feeling bahwa kalau Pak J menjabat, kayaknya subsidi bbm akan dicabut dan pajak mungkin akan meningkat dll, dll. Tapi kalau untuk Indonesia yang lebih baik dan kalau memang benar uang pajak itu NYATA dipakai untuk membangun negeri gak masuk kantong sebagian babi babi pemerintahan itu ya saya sih dukung ajah. Wong orang indonesia itu sebenernya gak perlu di subsidi bbm kok. Rokok yang tiap 2minggu sekali naik harga ajah masih dibeli dan laris manis, masak beli bbm gak bisa? Dan lagi supaya mereka juga "gak keset' (gak males yg keterlaluan), kalo mau pake motor mikir, masaowooohhh sekarang ini jarak cuman berapa langkah ajah bawa motor, gak mau tuh jalan atau ngonthel sepeda. Malahan saya yang berangkat dan pulang naik sepeda selalu ditegur dijalan "owalah mbak... mbok yo naik motor" ... (=wah mbak, naik motor gitu loh masak naik sepeda, tuh kan bahasa jawa lebih singkat dan mantap haha) lah... wong jaraknya cuman gak sampe sekilo jugah, "jantung sehat pak" begitu saya selalu membalas ditambah senyuman.

Semua pribadi gak akan ada yang sempurna, saya "peng-pengan" (=berupaya dengan sangat) mendukung Jokowi bukan bearti dimasa depan beliau tidak akan mengecewakan. Saya siap kecewa kalau memang ada hal yang salah, gak ada manusia yang sempurna, yang tidak mengecewakan itu hanya Tuhan.
Tapi kenapa saya tetap sangat memihak ke pak J?
Beliau visi misinya masuk di akal saya, beliau membawa hal baru, harapan baru untuk memperbaiki dan membangun Indonesia secara practical.
Beliau meskipun ndeso dan packaging nya kurang prima, tapi keliatan tulus dan gak maruk.Bagaimanapun saya lebih milih orang yang begitu. Don't judge the book by its cover!
Beliau pertama kalinya capres yang enggak mau hutang politik ke KPU, namun dengan cerdasnya meminta gotong-royong dari rakyat untuk dana kampanye. Cerdas dan tidak melanggar aturan gratifikasi, serta gak merugikan diri sendiri dengan banyak hutang politik.
Beliau orang yang berasal dari rakyat dan menempa pengalaman memimpin dari scoop yang kecil, walikota-gubernur-president, jadi saya menyimpulkan beliau cukup tahu dan mengerti benar apa yang sedang benar-benar terjadi di negeri ini.
Beliau punya senyum yang tulus, meski bahasanya suka mawut dan medhok, but seriously if you can speak Javanese, it's hard not to mix up your words with Javanese, lebih mantap dan tepat soalnya, liat ajah blog saya yang carut marut bahasanya kecampur Jawa, Inggris dan Indonesia. *alibi sekalian membela diri*


Kalau mau dipimpin dengan rasa takut dan bergaya otoriter pilih nomor satu.
Kalau mau dipimpin dengan cerdas, realistis dan practical pilih nomor dua.


Saya pilih nomor dua. Anda siapa?
Salam dua jari ^_^v

#jokowi
#president









Komentar